Friday, June 03, 2005

yang ini juga masalah ati2 jaga ati

Hudzaifah.org - “Dia ikhwan ya? Tapi kok kalau bicara sama akhwat dekat sekali???,” tanya seorang akhwat kepada temannya karena ia sering melihat seorang aktivis rohis yang bila berbicara dengan lawan jenis, sangat dekat posisi tubuhnya.

“Mbak, akhwat yang itu sudah menikah? Kok akrab sekali sama ikhwan itu?,” tanya sang mad’u kepada murabbinya karena ia sering melihat dua aktivis rohis itu kemana-mana selalu bersama sehingga terlihat seperti pasangan yang sudah menikah.

“Duh… ngeri, lihat itu… ikhwan-akhwat berbicaranya sangat dekat……,” ujar seorang akhwat kepada juniornya, dengan wajah resah, ketika melihat ikhwan-akhwat di depan masjid yang tak jauh beda seperti orang berpacaran.

“Si fulan itu ikhwan bukan yah? Kok kelakuannya begitu sama akhwat?,” tanya seorang akhwat penuh keheranan.

Demikianlah kejadian yang sering dipertanyakan. Pelanggaran batas-batas pergaulan ikhwan-akhwat masih saja terjadi dan hal itu bisa disebabkan karena:
1. Belum mengetahui batas-batas pergaulan ikhwan-akhwat.
2. Sudah mengetahui, namun belum memahami.
3. Sudah mengetahui namun tidak mau mengamalkan.
4. Sudah mengetahui dan memahami, namun tergelincir karena lalai.

Dan bisa jadi kejadian itu disebabkan karena kita masih sibuk menghiasi penampilan luar kita dengan jilbab lebar warna warni atau dengan berjanggut dan celana mengatung, namun kita lupa menghiasi akhlak. Kita sibuk berhiaskan simbol-simbol Islam namun lupa substansi Islam. Kita berkutat menghafal materi Islam namun tidak fokus pada tataran pemahaman dan amal.

Sesungguhnya panggilan ‘ikhwan’ dan ‘akhwat’ adalah panggilan persaudaraan. ‘Ikhwan’ artinya adalah saudara laki-laki, dan ‘akhwat’ adalah saudara perempuan. Namun di ruang lingkup aktivis rohis, ada dikhotomi bahwa gelar itu ditujukan untuk orang-orang yang berjuang menegakkan agama-Nya, yang islamnya shahih, syamil, lurus fikrahnya dan akhlaknya baik. Atau bisa dikonotasikan dengan jamaah. Maka tidak heran bila terkadang dipertanyakan ke-‘ikhwanan’-nya atau ke-‘akhwatan’-nya bila belum bisa menjaga batas-batas pergaulan (hijab) ikhwan-akhwat.

Aktivis sekuler tak lagi segan

Seorang ustadz bercerita bahwa ada aktivis sekuler yang berkata kepadanya, ”Ustadz, dulu saya salut pada orang-orang rohis karena bisa menjaga pergaulan ikhwan-akhwat, namun kini mereka sama saja dengan kami. Kami jadi tak segan lagi.”

Ungkapan aktivis sekuler di atas dapat menohok kita selaku jundi-jundi yang ingin memperjuangkan agama-Nya. Menjaga pergaulan dengan lawan jenis memang bukanlah hal yang mudah karena fitrah laki-laki adalah mencintai wanita dan demikian pula sebaliknya. Hanya dengan keimanan yang kokoh dan mujahadah sajalah yang membuat seseorang dapat istiqomah menjaga batas-batas ini.

Pelanggaran batas-batas pergaulan ikhwan-akhwat

Berikut ini adalah pelanggaran-pelanggaran yang masih sering terjadi:

1. Pulang Berdua
Usai rapat acara rohis, karena pulang ke arah yang sama maka akhwat pulang bersama di mobil ikhwan. Berdua saja. Dan musik yang diputar masih lagu dari Peterpan pula ataupun lagu-lagu cinta lainnya.

2. Rapat Berhadap-Hadapan
Rapat dengan posisi berhadap-hadapan seperti ini sangatlah ‘cair’ dan rentan akan timbulnya ikhtilath. Alangkah baiknya - bila belum mampu menggunakan hijab - dibuat jarak yang cukup antara ikhwan dan akhwat.

3. Tidak Menundukkan Pandangan (Gadhul Bashar)
Bukankah ada pepatah yang mengatakan, “Dari mana datangnya cinta? Dari mata turun ke hati”. Maka jangan kita ikuti seruan yang mengatakan, ”Ah, tidak perlu gadhul bashar, yang penting kan jaga hati!” Namun, tentu aplikasinya tidak harus dengan cara selalu menunduk ke tanah sampai-sampai menabrak dinding. Mungkin dapat disiasati dengan melihat ujung-ujung jilbab atau mata semu/samping.

4. Duduk/ Jalan Berduaan
Duduk berdua di taman kampus untuk berdiskusi Islam (mungkin). Namun apapun alasannya, bukankah masyarakat kampus tidak ambil pusing dengan apa yang sedang didiskusikan karena yang terlihat di mata mereka adalah aktivis berduaan, titik. Maka menutup pintu fitnah ini adalah langkah terbaik kita.

5. “Men-tek” Untuk Menikah
“Bagaimana, ukh? Tapi nikahnya tiga tahun lagi. Habis, ana takut antum diambil orang.” Sang ikhwan belum lulus kuliah sehingga ‘men-tek’ seorang akhwat untuk menikah karena takut kehilangan, padahal tak jelas juga kapan akan menikahnya. Hal ini sangatlah riskan.

6. Telfon Tidak Urgen
Menelfon dan mengobrol tak tentu arah, yang tak ada nilai urgensinya.

7. SMS Tidak Urgen
Saling berdialog via SMS mengenai hal-hal yang tak ada kaitannya dengan da’wah, sampai-sampai pulsa habis sebelum waktunya.

8. Berbicara Mendayu-Dayu
“Deuu si akhiii, antum bisa aja deh…..” ucap sang akhwat kepada seorang ikhwan sambil tertawa kecil dan terdengar sedikit manja.

9. Bahasa Yang Akrab
Via SMS, via kertas, via fax, via email ataupun via YM. Message yang disampaikan begitu akrabnya, “Oke deh Pak fulan, nyang penting rapatnya lancar khaaan. Kalau begitchu.., ngga usah ditunda lagi yah, otre deh :).“ Meskipun sudah sering beraktivitas bersama, namun ikhwan-akhwat tetaplah bukan sepasang suami isteri yang bisa mengakrabkan diri dengan bebasnya. Walau ini hanya bahasa tulisan, namun dapat membekas di hati si penerima ataupun si pengirim sendiri.

10. Curhat
“Duh, bagaimana ya…., ane bingung nih, banyak masalah begini … dan begitu, akh….” Curhat berduaan akan menimbulkan kedekatan, lalu ikatan hati, kemudian dapat menimbulkan permainan hati yang bisa menganggu tribulasi da’wah. Apatah lagi bila yang dicurhatkan tidak ada sangkut pautnya dengan da’wah.

11 Yahoo Messenger/Chatting Yang Tidak Urgen
YM termasuk fasilitas. Tidaklah berdosa bila ingin menyampaikan hal-hal penting di sini. Namun menjadi bermasalah bila topik pembicaraan melebar kemana-mana dan tidak fokus pada da’wah karena khalwat virtual bisa saja terjadi.

12. Bercanda ikhwan-akhwat
“Biasa aza lagi, ukhtiii… hehehehe,” ujar seorang ikhwan sambil tertawa. Bahkan mungkin karena terlalu banyak syetan di sekeliling, sang akhwat hampir saja mencubit lengan sang ikhwan.

Dalil untuk nomor 1-5:
a. Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali dia bersendirian dengan seorang perempuan yang tidak bersama mahramnya, karena yang ketiganya ialah syaitan.” (HR.Ahmad)

b. Allah SWT berfirman, “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, ‘Hendaknya mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya……” (QS.24: 30)

c. Allah SWT berfirman, “Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya……” (QS.24: 31)

d. Rasulullah SAW bersabda, “Pandangan mata adalah salah satu dari panah-panah iblis, barangsiapa menundukkannya karena Allah, maka akan dirasakan manisnya iman dalam hatinya.”

e. Rasulullah saw. Bersabda, "Wahai Ali, janganlah engkau ikuti pandangan yang satu dengan pandangan yang lain. Engkau hanya boleh melakukan pandangan yang pertama, sedang pandangan yang kedua adalah resiko bagimu." (HR Ahmad)

Dalil untuk nomor 6-12:
"... Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit di dalam hatinya..." (Al Ahzab: 32)

Penutup

Di dalam Islam, pergaulan laki-laki dan perempuan sangatlah dijaga. Kewajiban berjillbab, menundukkan pandangan, tidak khalwat (berduaan), tidak ikhtilath (bercampur baur), tidak tunduk dalam berbicara (mendayu-dayu) dan dorongan Islam untuk segera menikah, itu semua adalah penjagaan tatanan kehidupan sosial muslim agar terjaga kehormatan dan kemuliaannya.

Kehormatan seorang muslim sangatlah dipelihara di dalam Islam, sampai-sampai untuk mendekati zinanya saja sudah dilarang. “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isra:32).

Pelanggaran di atas dapat dikategorikan kepada hal-hal yang mendekati zina karena jika dibiarkan, bukan tidak mungkin akan mengarah pada zina yang sesungguhnya, na’udzubillah. Maka, bersama-sama kita saling menjaga pergaulan ikhwan-akhwat. Wahai akhwat…., jagalah para ikhwan. Dan wahai ikhwan…., jagalah para akhwat. Jagalah agar tidak terjerumus ke dalam kategori mendekati zina.

“Ya Rabbi…, istiqomahkanlah kami di jalan-Mu. Jangan sampai kami tergelincir ataupun terkena debu-debu yang dapat mengotori perjuangan kami di jalan-Mu, yang jika saja Engkau tak tampakkan kesalahan-kesalahan itu pada kami sekarang, niscaya kami tak menyadari kesalahan itu selamanya. Ampunilah kami ya Allah…… Tolonglah kami membersihkannya hingga dapat bercahaya kembali cermin hati kami. Kabulkanlah ya Allah… “

Watch out....ati2 bawa ati

ini sebenarnya tulisannya ust Mahfud Shidiq saya belum empat buat artikel jadi artikel disini maen comot aja.........gapapa yach but insyaAlloh manfaat kok
Oleh : Mahfuz Sidik
(Majalah SAKSI No 11 Tahun VII
2 Maret 2005)

Belakangan ini saya banyak diskusi dengan istri tentang gejala "
syahwat lawan jenis". Istri saya termasuk akhwat yang cukup "cerewet" soal
gejala-gejala tidak sehat mengenai perilaku hubungan antara ikhwan dan
akhwat. "Jangan sampai menjadi perusak mas depan dakwah kita..!", demikian
hujjah balighah yang kerap meluncur dari dirinya kepada saya. Dan ketika
saya meresponnya dengan kalem, pressure pun muncul. "Abi kan mas'ul
kaderisasi. Abi tanggung jawab kalau nanti terjadi apa-apa pada dakwah ini
...!!"
Sesaat saya akan menulis kolom ini, istri saya baru melontarkan
serangan barunya, Abi denger nih.. Ummi dapet berita shahih kalau ada mas'
ul dakwah kampus pacarin 11 akhwat, dan 4 diantaranya ternyata hamil...!! "
Saya mencoba merespon dengan santai - karena sedang mikir tema apa yang
harus ditulis - dengan mengatakan agar berita itu ditabayyun dulu. Tetapi
justru saya disergah : "Ya tugas abi dong yang harus men-tabayyun ! Abi kan
punya akses dan kewenangan !". Saya mencoba mulai menulis . Tetapi belum
lagi ketemu tema tulisan, saya dibombardir oleh pertanyaan lain :"Bi emang
bener ustadz Fulan nikah lagi, dan sebelumnya pake pacaran segala?"
Alhasil, tanpa diniatkan sebelumnya akhirnya saya menulis tema
ini. Kebetulan sehari sebelumnya saya mendapatkan short massage service
(sms) daris seorang akh yang mengomentari tulisan saya berjudul "SMS".
Komentarnya berterima kasih atas tulisan tersebut, karena memang itulah
fenomena yang terjadi di lapangan. Pikir saya, biarlah sekalin menulis tema
yang lebih "serem" sebagai tadzkirah. Fadzakir inna adz-adzikara tanfa'ul
mu'minin!.
Pertama, saya mencoaba merenungi kembali dasar masalah "
syahwat lawan jenis". Nabi Adam as diciptakan Allah SWT sebagai manusia
pertama dan satu-satunya pada saat itu. Beliau ditempatkan di dalam syurga
yang penuh kenikmatan tak terhingga. Tetapi apa yang terjadi ? Nabi Adam
merasa "kurang nikmat" menikmati kenikmatan syurga seorang diri. Ia
menginginkan seorang wanita. Lalu apa yang terjadi ? Nabi Adam dan istrinya
tertipu oleh syaitan sehingga melanggar prinsip-prinsip ?syahwat lawan
jenis? yang diatur oleh Allah SWT. Perhatikan firman Allah : "Wahai anak
cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh syetan sebagaimana halnya dia
(syeitan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari syurga, dengan menanggalkan
pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya"(QS. Al A'raaf:27).
Nabi Adam dan istrinya merintis kehidupan baru komunitas
manusia di muka bumi dengan berbekal ampunan dan hidayah Allah SWT. Tetapi
apa yang kemudian dicatat oleh sejarah ? Kejahatan pertama di muka bumi
adalah perebutan dua orang laki-laki terhadap seorang wanita, dan berakhir
dengn aksi pembunuhan. "Maka nafsu (Qabil) mendorongnya untuk membunuh
saudaranya (Habil) , kemudian dia pun (benar-benar) membunuhnya, maka
terjadilah dia termasuk orang yang merugi" (QS. Al- Maidah : 30). Lalu
sejarah umat dan bangsa-bangsa menunjukkan bagaimana kehancuran di banyak
peradaban mereka justru karena "syahwat lawan jenis" . Rasulullah SAW
pernah berpesan : "Sesungguhnya dunia ini manis dan menyegarkan...Maka
takutlah kepada wanita, karena cobaan yang pertama terhadap Bani Israil
ialah karena wanita." (Al Jami' Ash-Shagir, 2/179).
Jadi dasar dari semua masalah ini adalah dahsyatnya dorongan
dan pengaruh yang muncul dari "syahwat lawan jenis", yang tidak ada seorang
manusia pun bisa membebaskan diri darinya. Bahkan seperti yang diungkapkan
Rasulullah, ia manis dan menyegarkan. Atau seperti ungkapan Allah, ia
dipandang indah dan menyenangkan. "Dijadikan terasa indah dalam pandangan
manusia cinta terhadaap syahwat berupa wanita"(QS Ali Imran :14)
Allah tentu saja menjadikan "syahwat lawan jenis" sebagai unsur
kekuatan manusia dalam menbangun kehidupan dan peradabannya. Dengan syahwat
inilah, manusia menyuburkan nilai rasa, emosi , kasih dan cinta agar
kehidupan dunia "manis dan menyegarkan". Dengan syahwat ini, manusia
memiliki dorongan untuk "hidup bersama" dalam ikatan perkawinan dan
keluarga agar leluasa mengekspresikan luapan rasa, emosi, kasih dan
cintanya sampai dalam bentuk hubungan seksual. Dengan syahwat inilah,
keluarga-keluarga menghasilkan anak-keturunannya untuk menyempurnakan
kesenangan, kebahagiaan, dan kebanggaan. Dengan syahwat ini pula, manusia
membangun norma, etika, adat, estetika dan syari?at yang mampu memelihara
dan mengkokohkan unsur kekuatan yang sangat mendasar sifatnya ini, tanpa
menyebabkan kerusakan dari kerusakan dan kehancuran tata kehidupan
sosialnya.
Kita adalah umat dakwah. Sekumpulan orang yang mengemban misi
untuk mengajak dan membimbing manusia kepada kehidupan yang baik. Agar
mereka bisa mengelola syahwat lawan jenisnya secara benar dan baik,
sehingga kebaikan dan keberlangsungan peradabannya bisa terjaga. Kita
mendakwahi mereka kepada syari'at yang membimbing syahwat lawan jenis
secara benar. Tentu saja bukan sekedar dengan kata-kata, tetapi juga dengan
teladan amal. Bahwa kader-kader dakwah - yang semoga dipelihara Allah SWT
- secara konsisten berkomitmen menjalankan syari'at ini. Dan manusia
menyaksikan kebenaran syari'at bukan dari kata-kata kita, tetapi dari apa
yang kita amalkan. Apa yang perlu menjadi perhatian dan keprihatinan kita
saat ini Saya sebutkan saja satu per satu berbagai gejala yang saya dengar
dan saya lihat sendiri.
(1) Adab ikhwan dan akhwat mulai bergeser ke arah yang membuka celah
syahwat lawan jenis.
Berbicara tatap-muka dengan jarak yang dekat dan sering bertatapan
mata, misalnya. Atau komunikasi lewat telpon dengan irama suara yang
membuat seorang ikhwan 'menikmati" suara akhwat lawan bicaranya.
(2) Keterdesakan atau keterpaksaaan yang menggiring kepada suatu yang
"tidak boleh terjadi !". Misalnya akhwat "terpaksa" dibonceng motor oleh
ikhwan gara-gara rapat baru selesai malam hari, dan jalan menuju halte bus
atau rumahnya cukup jauh serta "tidak aman" . Atau rapat baru dalam satu
ruangan yang "sempit" sehingga ikhwan dan akhwat duduk berdampingan tanpa
jarak yang aman atau tanpa hijab. Dalam forum-forum seperti ini, akhwat
tidak membiasakan diri bicara dengan tegas dan lugas. Ingat suara wanita
adalah aurat !
(3) Bergesernya mode pakaian akhwat yang ?mengundang? pandangan
syahwat kaum ikhwan. Mulai dari jilbab yang "kependekan" sehingga tidak
menutup dadanya dengan sempurna atau bila tertiup angin bisa menampakan
bagian leher dan rambut belakangnya. Lalu bahan pakaian yang "lebih tipis"
dan pilihan warna yang "flamboyan". Atau menggunalkan sepatu berhak "cukup
tinggi", sehingga mengundang perhatian pada langkah dan pinggul belakang
akhwat.
(4) Bergesernya nilai seni Islam dari senandung jihad dan iman kepada
senandung hiburan semata. Lalu mulai muncul akhwat-akhwat yang menggemari
"munsyid" daripada "nasyid"-nya.
(5) Keterbukaan pergaulan dakwah antara ikhwan dan akhwat menggiring
prefensi memilih jodoh kepada apa yang menarik dari "pandangan mata" dan
bukan menarik dari "pandangan dakwah". Akibarnya, semangat mencari jodoh
sendiri begitu menggebu, dan murabbi tinggal menunggu konfirmasi.
(6) Konsultasi dakwah masalah pribadi atau rumah tangga yang kemudian
berbuah simpati sampai jatuh hati. Tidak sedikit seorang da'i yang berawal
dari semangat dakwah terhadap lawan jenis justru berubah arah menjadi
ajang "perselingkuhan" baru. Alih-alih membantu menyelesaikan masalah malah
menambah masalah. Ada satu dua ustadz yang menikah (lagi) dengan "wanita"
yang semula menjadi "pasien" dakwahnya. Rupanya ustadz ikut ketularan
penyakit pasiennya.
(7) Semangat menikah (lagi) melalui prosedur resmi, tetapi di-
muqaddimahi dengan hubungan "ala pacaran" Dalihnya sederhana, "wanita calon
istri" kan harus dikenalkan dulu dengan istri pertama dan anak-anaknya.
(8) Ketidakmampuan membina kehidupan suami-istri yang selalu ?
menggairahkan? beralih kepada semangat ?mencari yang baru?. Sebagai sebab
dari ketidakmampuan ini adalah qillatul-ilmi (sedikit ilmu) tetang seni
berumah tangga dan seni mengaloh cinta.
(9) Sebagian kecil ikhwan mulai memasuki usia 40, dan katanya ini
fase "recycling" dengan dalih "life started at fourty" hidup dimulai dari
usia 40 tahun. Aktualisasinya adalah muncul ?kegenitan? jilid kedua.
(10) Masih ada lagi, tetapi saya cukupkan saja dulu. Mari merenung!!